Bahan Ajar Sejarah Indonesia Perjuangan Pembebasan Irian Barat

Salah satu butir perjanjian yang tercantum dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949 menyatakan bahwa Irian Barat akan dikembalikan oleh Belanda kepada Indonesia paling lambat satu tahun. Namun, Belanda tidak menepati janji. Oleh karena itu, mulai tahun 1949, kabinet yang memerintah selalu mencantumkan program untuk mengembalikan Irian Barat ke wilayah RI. Upaya tersebut semakin ditingkatkan pada masa Demokrasi Terpimpin.

Usaha dalam perjuangan membebaskan Irian Barat telah ditempuh oleh Indonesia dengan berbagai cara. Mulai cara diplomasi, konfrontasi ekonomi hingga operasi militer. Berikut ini usaha Indonesia dalam upaya membebaskan Irian Barat dari Belanda.

1. Perjuangan dengan Diplomasi
Dalam menghadapi masalah Irian Barat tersebut Indonesia mula-mula melakukan upaya damai, yakni melalui diplomasi bilateral dalam lingkungan ikatan Uni Indonesia-Belanda. Akan tetapi usaha-usaha melalui meja perundingan secara bilateral ini selalu mengalami kegagalan. Setelah upaya-upaya tersebut tidak mambawa hasil maka sejak tahun 1953 perjuangan pembebasan Irian Barat mulai dilakukan di forum- forum internasional, terutama PBB dan forum-forum solidaritas Asia-Afrika seperti Konferensi Asia-Afrika.

Sejak tahun 1954 masalah Irian Barat ini selalu dibawa dalam acara Sidang Majelis Umum PBB, namun upaya inipun tidak memperoleh tanggapan yang positif. Setelah upaya-upaya diplomasi tidak mencapai hasil maka pemerintah mengambil sikap yang lebih keras yakni membatalkan Uni Indonesia-Belanda dan diikuti pembatalan secara sepihak persetujuan KMB oleh Indonesia pada tahun 1956.

Partai-partai politik dan semua golongan mendukung terhadap upaya pembebasan Irian Barat ini Selain itu perjuangan merebut Irian Barat diresmikan pemerintah maka ditetapkanlah Soa-Siu di Tidore sebagai ibu kota provinsi Irian Barat dan Zainal Abidin Syah ditetapkan menjadi Gubernur pada tanggal 23 September 1956.

2. Perjuangan dengan Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Berbagai upaya yang dilakukan Indonesia tersebut sampai tahun 1957 ternyata belum membawa hasil sehingga Belanda tétap menduduki Irian Barat. Karena jalan damai yang ditempuh belum membawa hasil maka sejak itu perjuangan ditingkatkan dengan melakukan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air Indonesia yang dimulai dengan pengambilalihan perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang diambilalih oleh bangsa Indonesia pada bulan Desember 1957 tersebut antara lain Nederlandsche Handel Maatschappij N.y. (sekarang menjadi Bank Dagang Negara), bank Escompto di Jakarta serta Perusahaan Philips dan KLM.

Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Belanda. Melihat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan Belanda ini maka dalam Sidang Umüm PBB tahun 1961 kembali masalah ini diperdebatkan.

Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda, Sekretaris Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah seorang diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan usul penyelesaian masalah Irian Barat. Pada bulan Maret 1962 Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia yang dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui usul Ellsworth Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu diperpendek. Sebaliknya Pemerintah Kerajaan Belanda tidak mau melepaskan Irian bahkan membentuk negara “Boneka” Papua. Dengan sikap Belanda tersebut maka tindakan bangsa Indonesia dan politik konfrontasi ekonomi ditingkatkan menjadi konfrontasi segala bidang.

3. Tri Komando Rakyat
Tindakan Belanda dengan mendirikan negara “Boneka” Papua itu merupakan sikap yang menantang kepada bangsa Indonesia untuk bertindak cepat. Oleh karena itu pemerintah segera mengambil tindakan guna membebaskan Irian Barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno dalam suatu rapat raksasa di Yogyakarta mengeluarkan komando yang terkenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut.
  1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua bikinan kolonial Belanda.
  2. Kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Dengan dikeluarkannya Trikora maka mulailah konfrontasi total terhadap Belanda dan pada bulan Januari 1962  pemerintah membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di Makassar. Adapun tugas pokok dan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat ini adalah pengembangan operasi-operasi militer dengan tujuan pengembalian wilayah Irian Barat ke dalam pemerintahan negara Republik Indonesia. Sebagai Panglima Komando Mandala adalah Mayor Jenderal Soeharto.

Sebelum Komando Mandala melakukan operasi sudah dilakukan terlebih dahulu penyusupan ke Irian Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962 ketika waktu menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah pesawat terbang pada ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI. Diperkirakan pesawat tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune dam Firefly. Waktu itu terlihat juga dua buah kapal perusak yang sedang melepaskan tembakan ke arah kapal Motor Torpedo Boat (MTB) turut pula para pejabat tinggi dan Markas Besar Angkatan Laut yaitu Komodor Yos Sudarso. 

Dalam insiden di Laut Aru tersebut Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso, bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan beberapa prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso sempat mengucapkan pesan terakhir “Kobarkan Semangat Pertempuran.” Adapun operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi dalam tiga fase, yakni sebagai berikut
  1. Fase Infiltrasi (Sampai akhir 1962)
    Memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran- sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto. Kesatuan-kesatuan ini harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik untuk membebaskan wilayah tersebut.
  2. Fase Ekploitasi (mulai awal 1963)
    Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.
  3. Fase Konsolidasi (awal 1964)
    Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat. Selanjutnya antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando Mandala melakukan operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun udara.
Beberapa operasi tersebut adalah operasi Banteng di Pak-Fak dan Kaimana. OperasI Srigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke, serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga direncanakan serangan terbuka merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.

4. Persetujuan New York
Pada awalnya Belanda tidak yakin pasukan Indonesia dapat masuk ke wilayah Irian Barat. Akan tetapi operasi-operasi yang dilakukan Pasukan Komando Mandala ternyata berhasil dengan jatuhnya Teminabuan ke tangan pasukan Indonesia. Sementara itu Pemerintah Kerajaan Belanda sedikit banyak mendapat tekanan dan  pihak Amerika Serikat untuk berunding karena untuk mencegah terseretnya Uni Soviet dan Ameriksa Serikat ke dalam konfrontasi. Dengan adanya rencana Ellswort Bunker di atas maka sikap Indonesia adalah menerimanya. Hal ini ternyata menambah simpati dunia terhadap RI, sebaliknya Belanda bersikukuh mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itu pada tanggal 14 Agustus 1962 RI melakukan operasi besar-besaran yang terkenal sebagai operasi Jayawijaya. Tanggal penyerbuan ini ditetapkan sebagai “Han H” atau “Hari Penyerbuan.”

Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian New York adalah sebagai berikut.
  1. Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
  2. Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan dengan / bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember untuk digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
  3. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia.
  4. Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1 Mei 1963.
  5. Pada tahun 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri dan RI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu pàsukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dan Pakistan. Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dan Iran juga berjalan lancar sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian Barat.

Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia mendapat hadiah Pending Emas karena ikut sertanya dalam pembebasan Irian Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas. 

Dengan ditandatangani Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan Belanda pun segera dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian Barat kepada Indonesia maka Komando Mandala dibubarkan dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat dari  UNTEA kepada Indonesia.

5. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

Gambar. Suasana Saat Pepera

Sebagai langkah akhir untuk menyelesaikan masalah Irian Barat, Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) sesuai perjanjian New York. Penyelenggaraan dilakukan melalui tiga tahap diantaranya sebagai berikut:
  1. Tahap pertama (24 Maret 1969) adalah konsultasi dengan Dewan – Dewan Kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
  2. Tahap kedua adalah pemilihan anggota Dewan Musyawarah Pepera yang berakhir pada Juni 1969.
  3. Tahap ketiga adalah pelaksanaan Pepera itu sendiri yang dilakukan kabupaten per kabupaten mulai 14 Juli 1969 di Merauke dan berakhir pada 4 Agustus 1969 di Jayapura. Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa irian Barat tetap harus merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil-hasil Pepera ini kemudian disahkan secara resmi oleh PBB dalam Sidang Umum ke-24 pada 19 November 1969.

Sumber Bahan Ajar
  • Kemendikbud. 2015. Sejarah Indonesia untuk Kelas XII. Jakarta:Politeknik Negri Media Kreatif.
  • 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1978.
oOo

0 Response to "Bahan Ajar Sejarah Indonesia Perjuangan Pembebasan Irian Barat"

Posting Komentar