Bahan Ajar Materi Kebijakan Sosial dan Budaya pada Masa Pendudukan Jepang

Pada awal pendudukannya, Jepang bersikap baik dan ramah kepada rakyat Indonesia. Para pemimpin pergerakan yang ditawan Belanda, seperti Sukarno, Hatta, dan Syahrir dibebaskan. Para pejabat Jepang mengatakan bahwa Indonesia dan Nippon adalah mitra sejajar. Mereka mengatakan bahwa Jepang tidak akan menjajah bangsa Indonesia. Bendera Merah Putih diperbolehkan dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru.

Lagu Indonesia raya dinyayikan asalkan lagu kebangsaan Jepang juga diperdengarkan. Sikap Jepang yang manis dan ramah itu ternyata hanya palsu belaka. Kenyataannya, sikap dan tindakan Jepang mulai keras, kejam, semena-mena, dan menguras habis sumber daya alam dan tenaga rakyat Indonesia untuk mendukung kepentingan perangnya. Akibatnya, rakyat mengalami penderitaan yang lebih berat daripada zaman penjajahan Belanda.

Salah satu kebijakan yang cukup penting dalam bidang sosial adalah pembgian kelas masyarakat seperti pada zaman Belanda. Pada zaman Jepang, masyarakat hanya dibedakan menjadi “Saudara Tua” (Jepang) dan “Saudara Muda” (Indonesia). Sedangkan penduduk Timur asing, terutama Cina adalah golongan masyarakat yang sangat dicurigai di negara leluhurnya bangsa Cina telah mempersulit bangsa Jepang dalam mewujudkan cita-citanya. Hal ini sesuai dengan propaganda Jepang bahwa “Asia untuk bangsa Asia”. Namun, dalam kenyataan Indonesia bukan bangsa Asia, melainkan untuk bangsa Jepang.

Bidang Pendidikan
Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi pendidikan. Pada masa Belanda yang dapat merasakan pendidikan hanya kalangan menengah ke atas. Sistem pendidikan zaman Belanda tersebut mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang sehingga seluruh lapisan masyarakat berhak mengenyam pendidikan. Selain itu, Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal di Indonesia seperti sistem pendidikan di Jepang, yaitu jenjang SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun.

Gambar  Siswa SD Latihan Baris-Berbaris.
Sumber Gambar: www.soalipaips.com

Pada zaman Jepang, pendidikan mengalami perubahan. Sekolah dasar (Gokumin Gakko) diperuntukkan untuk semua warga masyarakat tanpa membedakan status sosialnya. Pendidikan ini ditempuh selama enam tahun. Sekolah menengah dibedakan menjadi dua, yaitu Shoto Chu Gakko (SMP) dan Koto Chu Gakko (SMA) di samping itu, ada sekolah pertukangan (Kogyo Gakko), sekolah teknik menengah (Kogyo Sermon Gakko), dan sekolah guru. Sekolah guru dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu sekolah guru dua tahun (Syoto Sihan Gakko), sekolah guru empat tahun (Guto Sihan Gakko), dan sekolah guru dua tahun (Koto Sihan Gakko).

Seperti pada zaman Belanda, Jepang tidak menyelenggarakan jenjang pendidikan universitas. Yang ada hanya sekolah tinggi kedokteran (Ika Dai Gakko) di Jakarta dan sekolah tinggi teknik (Kagyo Dai Gakko) di Bandung. Kedua sekolah tinggi itu merupakan kelanjutan pada zaman Belanda. Untuk menyiapkan kader pamong praja diselenggarakan sekolah tinggi pamongpraja (Kenkoku Gakuin) di Jakarta. Diantara kebijakan pendidikan masa pendudukan Jepang adalah penerapan sistem pendidikan militer sehingga sistem pengajaran dan kurikul sekolah disesuaikan untuk kepentingan perang.

Oleh karena itu, siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran, seperti baris-berbaris dan menghapal lagu kebangsaan Jepang. Selain itu, para guru diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Tujuan sistem pendidikan pemerintah Jepang adalah mencetak kader-kader yang akan mendukung kemenangan Jepang pada Perang Asia Timur Raya.

Bidang Bahasa dan Sastra
Pada zaman pendudukan Jepang, bahasa Belanda dilarang digunakan oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pemakaian bahasa Belanda secara ketat. Oleh karena itu, toko-toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan, papan nama, dan iklan yang berbahasa Belanda diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jepang. Bahasa Jepang diajarkan di sekolah-sekolah, kantor-kantor, dan kursus bahasa Jepang diberbagai kota di Indonesia. Selain itu, pelajaran bahasa Jepang juga diajarkan melalui radio.

Dibidang pers, pemerintah menerbitkan surat kabar Kana Jawa Shimbun yang memakai bahasa Jepang dengan memakai huruf katakana. Tujuan utama penerbitan surat kabar tersebut adalah menyebarluaskan bahasa Jepang dan meningkatkan pengetahuan membaca dan menulis bahasa Jepang rakyat Indonesia. Selain itu, pemerintah Jepang juga mengirim ratusan guru bahasa Jepang keseluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia untuk mengajar bahasa Jepang. Sebaliknya, orang Jepang juga mempelajari bahasa Indonesia agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan penduduk Indonesia. Oleh karena bahasa Jepang belum dikuasai oleh rakyat maka digunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahasa pendidikan.

Kebijakan pemerintah Jepang tersebut semakin mengukuhkan peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di seluruh pelosok tanah air. Kesempatan tersebut digunakan oleh para pemimpin Indonesia untuk berpidato membakar semangat kemerdekaan rakyat Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia semakin dikenal oleh rakyat Indonesia yang sehari-harinya hanya menggunakan bahasa daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar diajarkan disemua sekolah dan dipakai sebagai mata pelajaran wajib. Selain itu, pelajaran bahasa daerah juga diberikan kepada murid kelas 1 dan 2 SD sebagai bahasa pengantar hingga murid memahami bahasa Indonesia.

Pada kelas 3 sekolah dasar, pendidikan bahasa Indonesia mulai diajarkan secara intensif. Kebijakan pemakaian bahasa Indonesia pada zaman Jepang tersebut semakin mengembangkan pemakaian bahasa Indonesia di dalam masyarakat. Selanjutnya, semakin banyak rakyat Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi yang memudahkan komunikasi antar kelompok masyarakat di Indonesia. Pada zaman Jepang, bahasa Indonesia mampu menjadi sarana komunikasi dan wahana integrasi bangsa Indonesia. Perkembangan pesat bahasa Indonesia tersebut dijadikan alasan oleh beberapa tokoh Indonesia untuk mendesak Kantor Pengajaran Jepang untuk mendirikan Komisi Bahasa Indonesia. Tugas komisi ini adalah menentukan pembentukan istilah, menyusun tata bahasa Indonesia, dan kosakata bahasa Indonesia. Susunan anggota komisi tersebut antara lain:
Ketua : Mori
Wakil Ketua : Ichiki
Penulis : Mr. R. Suwandi
Penulis Ahli : Mr. S. Takdir Alisyahbana
Anggota        : Abas Pamuntjak, Mr. Amir Syarifudin, Armijn Pane, dr. Aulia, Husein Djajadiningrat, Drs. Moh. Hatta, S. Mangunsarkoro, Prawiradinata, Dr. Purbatjaraka, Dr. Prijono, H. Agus Salim, Sanusi Pane, Ir. Sukarno, dan Mr. R. M. Sumanang.

Meskipun mendapat hambatan dari pemerintah Jepang, akhirnya berkat ketekunannya Komisi Bahasa Indonesia berhasil membakukan 7.000 istilah bahasa Indonesia pada akhir masa pendudukan Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang semakin banyak karya sastra telah ditulis dalam bahasa Indonesia. Misalnya, karya Armin Pane yang berjudul Kami Perempuan (1943), Djinak-djinak Merpati, Hantu Perempuan (1944), Barang Tidak Berharga (1945), dan sebagainya. Pengarang lain seperti Abu Hanifah yang lebih dikenal dengan nama samaran El Hakim dengan karyanya berjudul Taufan di atas Angin, Dewi Reni dan Insan Kamil.

Bidang Sosial
- Seikeirei
Diantara kebiasan yang wajib dilakukan masyarakat Indonesia adalah penghormatan pada Tenno Heika (Kaisar Jepang) yang diyakinkan sebagai keturuan dewa matahari (Amaterasu Omikami). Penghormatan kepada kaisar Jepang dilakukan dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno ke arah matahari terbit yang disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikeirei biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo).

Namun, kebiasaan penghormatan ini ditentang oleh kalangan ulama sehingga timbul perlawanan fisik dari para ulama. Misalnya, perlawanan yang dilakukan K.H. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah, Tasikmalaya, Jawa Barat yang dikenal dengan peristiwa Singaparna.

- Kerja Bakti
Diantara dampak kebijakan pemerintah Jepang dibidang budaya adalah berkembangnya tradisi kerja bakti massal yang disebut kinrohosi. Dalam kerja bakti secara massal tersebut, rakyat dikerahkan untuk melakukan gotong royong membersihkan selokan, saluran irigasi, memperbaiki rumah penduduk yang mengalami kerusakan, dan membantu penduduk yang terkena bencana alam. Gerakan kinrohosi tersebut juga dilakukan di SD SMP, dan SMA.

- Tonarigumi
Selain itu pemerintah Jepang juga membentuk Tonarigumi, istilah lain untuk menyebut organisasi Rukun Tetangga (RT). Tujuan pemerintah pendudukan Jepang membentuk tonarigumi adalah untuk mempermudah pengawasan dan pengerahan penduduk. Jepang sangat membutuhkan tenaga rakyat Indonesia untuk membangun beberapa fasilitas umum seperti benteng pertahanan, jalan darurat, lapangan pesawat, dan rel kereta apai. Oleh sebab itu, pembentukan tonarigumi sangat efektif untuk mengerahkan tenaga manusia dan mengawasi aktivitas penduduk.

- Membentuk Romusha

Gambar Kegiatan Romusha

Mengerahkan sumber daya manusia untuk melakukan kerja paksa yang disebut romusha. Romusha pada awalnya dilaksanakan secara sukarela, akan tetapi lama kelamaan dilakukan secara paksa. Bahkan, setiap desa atau daerah diwajibkan untuk menyediakan tenaga dalam jumlah tertentu. Para pemuda yang menjadi tenaga romusha dikirim ke beberapa daerah di Indonesia, bahkan ada yang dikirim ke daerah lain yang menjadi wilayah kekuasaan Jepang seperti di Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Keaadaan para romusha sangat memprihatinkan. Mereka hanya mendapatkan sedikit makanan dan bekerja tanpa diberi upah, sehingga banya yang menderita kelaparan bahkan sampai meninggal di barak penampungan.

Daftar Referensi
1. Sawitri, Indah., Maryati, Dwi., Musadad, Ahmad Arif. 2014. Sejarah Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial Kelas Farid, Samsul. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA-MA Kelas XI. Surakarta  : Mediatama
2. Herimanto & Targiyatmi, Eko. 2014. Sejarah Pembelajaran Sejarah Interaktif untuk kelas XI sma dan MA Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Solo:PT tiga serangkai pustaka mandiri.

***

0 Response to "Bahan Ajar Materi Kebijakan Sosial dan Budaya pada Masa Pendudukan Jepang"

Posting Komentar